Assalamu’alaikum Warahmatullahi wa barokatuh
Akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan terkait ceramah ustadz Evie Efendi yang menyebutkan bahwa arti kata dlalla dalam surat al-dhuha merupakan sesat dan manusia semuanya awalnya merupakan makhluk yang sesat, termasuk Nabi Muhammad SAW, sebelum diberikan hidayah oleh Allah SWT.
Beliau dalam ceramahnya juga menyinggung perayaan Maulid Nabi, “Apanya yang akan dirayakan..? Apakah kesesatan Muhammad..?”. Jelas dari sini mengundang beberapa reaksi dari masyarakat dan tokoh agama, yang menganggap tafsir tersebut terlalu tekstual dan tidak bisa dijadikan patokan.
Untuk Videonya, bisa dilihat disini:
Makna Al-Dlalla dalam berbagai Pendapat
dalam sebuah pembahasan di Facebook, Ustadz Abdul Jalil yang merupakan salah satu ustadz favorit saya ketika di Emercy AL Hikmah 2 karena penjelasan integrasi Islamnya sangat mudah difahami, menjelaskan bahwa Al-Dlalla memiliki begitu banyak makna, diantaranya:
– Kata “dhalla” diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “sesat”. Akan tetapi, apakah cakupan makna kata “dhalla” di dalam bahasa Arab sama dengan cakupan makna “sesat” di dalam bahasa Indonesia?
– Bagaimana memahami kata “dhalla” jika disandarkan kepada salah satu Nabi? Sebagai contoh, anak-anaknya Nabi Ya’kub berkata tentang ayah mereka (inna abana la-fi dhalalin mubin) Qs. Yusuf: 8, kanjeng Nabi Musa berkata tentang dirinya (qala fa’altuha idzan wa-ana min al-dhallin) Qs. al-Syu’ara: 20. Di dalam Qs. al-Dhuha: 7, Allah berfirman tentang kanjeng Nabi Muhammad (wa-wajadakan dhallan fa-hada). Di sini para mufassir akan mempertimbangkan banyak hal: bahasa, teologi, sejarah, konteks ayat, dan akhlak karena bicara tentang maqom Nubuwwah.
– Al-Raghib al-Ashfahani berkata bahwa makna “dhalal” adalah menyimpang dari jalan yang lurus, atau keluar dari suatu jalan secara sengaja maupun tidak, sedikit atau banyak. Oleh karena itu, kata tersebut dapat digunakan/disandarkan kepada orang yang melakukan kesalahan secara tidak sengaja (khatha’). Di dalam kitab-kitab ilmu al-wujuh wa al-nazha’ir disebutkan juga bahwa kata “dhalal” di dalam Alquran mempunyai banyak makna, seperti: sesat, rugi, salah, lupa, tidak tahu dan lainnya.
– Mengenai tafsir Qs. al-Dhuha: 7, Fakhruddin al-Razi menyebut sekitar 20 penafsiran/pendapat, di antaranya bahwa Nabi Muhammad bingung tentang urusan kaumnya, bagaimana cara menjelaskan berdakwah dan memberi petunjuk kepada mereka, lalu turun wahyu Alquran kepada Nabi sebagai hidayah/petunjuk.
– Qs. al-Dhuha: 7, Muhammad Thalib dalam tarjamah tafsiryah terbitan pusat majelis mujahidin: (Tuhanmu mendapati kamu dahulu sebagai orang yang bingung mencari kebenaran, lalu Dia memberi hidayah kepadamu). Dalam catatan kaki terjemah DEPAG ditulis: (kebingungan untuk mendapatkan kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh akal. Lalu Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw.)
– Pertanyaan terakhir untuk catatan ini, dalam bahasa Indonesia apakah makna “sesat” sama atau dekat dengan makna “bingung” ? silahkan jika ada mahasiswa yang mau menulis tentang topik ini. wallahu A’lam
Makna Al Dlalla dalam tafsir Ibnu Katsir
Dalam sebuah komentar, Agus Trimulyo juga menyebutkan, Kalau melihat Tafsir Ibnu Katsir :
وقوله تعالى “ووجدك ضالا فهدى” كقوله “وكذلك أوحينا إليك روحا من أمرك ما كنت تدري ما الكتاب ولا الإيمان ولكن جعلناه نورا نهدي به من نشاء من عبادنا” الآية ومنهم من قال إن المراد بهذا أن النبي صلى الله عليه وسلم ضل في شعاب مكة وهو صغير ثم رجع وقيل إنه ضل وهو مع عمه في طريق الشام وكان راكبا ناقة في الليل فجاء إبليس فعدل بها عن الطريق فجاء جبرئيل فنفخ إبليس نفخة ذهب منها إلى الحبشة ثم عدل بالراحلة إلى الطريق حكاهما البغوى
Jelas sekali itu bukan “sesat” yang ustadz gaul itu maksud. Bahkan “dzollan” hanya berarti “bingung di jalan”, itu kalau merujuk pendapat terakhir di Ibnu Katsir. Ustadz gaul yang itu memang kadang kadang “offside” isi ceramah nya.
Ustadz Abdul Jalil juga menambahkan, Qs. al-dhuha hanya contoh atau kasus saja. dalam sejarah tafsir juga banyak contoh lain yang menunjukan usaha ulama untuk menemukan makna lain atau alternatif , sehingga tidak ada kesan negatif dalam penafsiran maqom nubuwwah. begitu juga ketika Allah menjadi subjek untuk kata kerja “adhalla”.
Makna Al-Dlalla dalam tafsir Jalalain
Keadaan ini menarik saya untuk membuka catatan lama, yaitu tafsir Jalalain yang dulu pernah dikaji di PP. Al Hikmah 2, juga sekarang masih dikaji di PP. Anwaruul Huda, yang m enyebutkan bahwa Dalla dalam Surat Al-Dhuha merupakan sebuah kebingungan, bukan kesesatan.
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى
( 7 ) Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
{وَوَجَدَك ضَالًّا}
عَمَّا أَنْتَ عَلَيْهِ مِنْ الشَّرِيعَة
{فَهَدَى}
أَيْ هَدَاك إِلَيْهَا
(Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung) mengenai syariat yang harus kamu jalankan (lalu Dia memberi petunjuk) Dia menunjukimu kepadanya.
Ustadz Evie Effendi mengakui kesalahan dan memohon maaf
Update, bahwa alhamdulillah Ustadz Evie Effendi telah mengakui kesalahannya dan memohon maaf kepada ummat atas kesalahannya. Semoga menjadi pembelajaran kita bersama. Berikut video permohonan maaf:
https://www.facebook.com/assep.rebellionrose/videos/vb.100003976563101/1228628183946389/
Demikian beberapa makna yang terkandung dalam al-Dlalla di Surat Al-Dhuha. Memaknai atau bahkan mentafsirkan al Qur’an merupakan bukan perkara gampang, diperlukan kematangan Ilmu dan keluasan spiritual, karena disetiap kandungan kalimat, kata, bahkan huruf al Quran mengandung sekian banyak makna yang berkaitan dengan banyak hal, Asbabun Nuzul, lokasi turun wahyu, dan lain sebagainya.
Postingan ini bukan untuk memojokkan salah satu tokoh, tapi agar kita sama-sama berhati-hati dalam membuat sebuah kajian, apalagi terkait tafsir al Quran dan disampaikan didepan khalayak umum. Juga bertujuan meluruskan, bukan mematahkan salah satu tokoh, agar pemahaman yang kurang tepat tidak meluas dikalangan masyarakat.
Wallahu A’lam bi Showaab.. Wallahul Musta’an
Dariku yang masih fakir ilmu, ardan7779.
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barokatuh.
Semoga tidak terulang kembali kekeliruan fatal semacam itu
Semoga tidak ada lagi Ustadz2 karbitan yang berfatwa ngawur.
Santri belajar sekian banyak tahunpun, terkadang masih sangat takut untuk berfatwa. Karena menyadari kapasitas ilmu yang belum seberapa.
Manut poro Kyai lan Ulama wae.