Ramai diperbincangkan belakangan ini terkait dengan pengeras suara. Saya jadi teringat ketika beliau Almaghfurlah KH. Mukhlas Hasyim mengampu salah satu mata pelajaran di kelas ketika itu (Emercy MA. Al Hikmah 2), beliau pernah menyampaikan bahwa pengeras suara di masjid-masjid itu hendaknya diperhatikan kualitasnya, dan pengisi suaranya. Yang muda-muda, yg suaranya bagus, diharapkan untuk dapat menjadi pengisi suara di masjid untuk Adzan / kegiatan keagamaan lainnya (menggantikan orang-orang yang mungkin sudah sepuh yang suaranya mungkin sudah terbatas), agar orang / masyarakat yang dengar itu nyaman dan dapat tersampaikan pesan-pesannya dengan baik.
Esensi dari pengeras suara tentu adalah untuk menyebarkan dakwah agar lebih luas jangkauannya, maka harus diperhatikan dengan baik bagaimana kita mengatur media tersebut agar nyaman diterima oleh masyarakat. Jangan sampai niat baik untuk berdakwah malah mengganggu dan terkesan memaksa yang justru nanti banyak orang tidak suka.
Sumber: Catatan Pribadi Ardan Syauqi.
Berbicara masalah pengeras suara yang tengah naik daun, Saya teringat guru saya Almaghfurlah KH. Muhlas Hasyim. Beliau yang istiqamah mengampu kitab Tafsir Jalalain dan Nurul Yakin/Itmamul Wafa sangat memerhatikan ihwal pengeras suara. Beliau sangat memerhatikan kualitas mikrofon dan pengunaan speaker luar saat akan mengajar bandongan. Beliau tidak berkenan mengajar jika speaker yang digunakan adalah speaker luar.
Awalnya saya heran mengapa beliau bersikap seperti itu. Namun belakangan saya paham bahwa beliau tidak ingin suaranya yang terdengar dari speaker luar masjid/gor mengganggu warga di sekitar pondok. Beliau ingin agar pengajiannya didengar oleh orang-orang yang memang berkenan mendengarkannya. Terus bagaimana jika orang di luar gor/masjid ingin mendengarkan pengajian beliau? Jawabannya adalah pengajian beliau disiarkan langsung lewat kanal radio pondok jadi siapa yang bukan warga pondok namun ingin mendengar pengajian beliau bisa mendengarkan melalui kanal tersebut.
Lantas apakah kebiasaan ini membuat nama beliau (dengan pengajiannya) tak dikenal di luar pondok? Jawabannya “tidak.” Dulu sewaktu beliau mengajar mata pelajaran Tafsir di sekolah beliau mengakhiri KBM lebih cepat. Beliau mengatakan bahwa ada seseorang dari Semarang yang kerap mendengarkan pengajiannya ingin bertemu beliau. “Jumpa fans,” seloroh beliau diikuti tawa. Lahul fatihah…
Sumber: Rifqi Iman Salafi (Facebook)
Ingin menulis catatan ngajimu sendiri..? DAFTAR DISINI.