Saya bukan kritikus film, tidak punya cukup ilmu untuk menilai sebuah film dari sudut pandang seorang kritikus film. Tapi saya seorang penikmat film dan tentu berhak untuk menilai sebuah film, tentunya dari sudut pandang penikmat film. Saya juga pernah nyantri selama kurang lebih 9 tahun di dua pondok pesantren yang berbeda. Oleh sebab itu, saya merasa pantas untuk memberikan penilaian terhadap film The Santri.
Saya sangat menyayangkan kenapa sampai ada beberapa orang yang menolak Film The Santri seperti Habib Hanif, KH. Lutfi Bashori, dan Ustadz Maher At-Tuwalibi. Ada beberapa alasan kenapa saya menyayangkan ada penolakan Film The Santri:
*Pertama, Film The Santri belum diriliis. Rencana baru akan dirilis tanggal 22 oktober 2019 bertepatan dengan hari santri. Artinya, Film The Santri belum boleh ditolak karena memang belum dirilis. Menolak film hanya modal melihat trailer tentu sangat naif dan terlihat sangat dipaksakan.
*Kedua, penolakan ini berbau politis. Pasalnya, banyak film yang mengisahkan tentang kehidupan pesantren seperti ‘3 Doa 3 Cinta’, ‘Perempuan Berkalung Sorban’, ‘Pesantren Impian’, Pesantren Rock n Roll’, ‘Cahaya Cinta Pesantren’, ‘Dalam Mihrab Cinta’, dan sebagainya tidak dipermasalahkan apalagi ditolak. Padahal, adegan dalam film-film tidak beda jauh dengan adegan di fim ‘The Santri’. Apa karena bukan PBNU yang memproduksi film-film di atas sehingga kemudian tak mereka tolak?
Saya katakan ada nuansa politis karena film ‘The Santri’ adalah diproduksi oleh PBNU dengan menggandeng Livi Zheng. Orang-orang yang menolak memang sudah dikenal sering berseberangan dengan Ketum PBNU, KH. Said Aqil Shiradj. Habib Hanif adalah anggota FPI sekaligus menantu Habib Rizieq. Kecaman FPI ke KH. Said Aqil bukan barang baru. KH. Luthfi Bashori dianggap sebagai ketua NU Garis Lurus yang memang kerap mengecam Gus Dur dan KH. Said Aqil. Kalau Ustadz Maher adalaha ustadz dadakan yang viral dan populer karena rajin melecehkan NU.
*Ketiga, sebagai sebuah karya seni, film hanya bisa ditolak jika tidak lolos sensor lembaga penyensor film. Mari kita tinjau apakah Film The Santri layak untuk lolos sensor apa tidak.
Menurut Pasal 6 UU 33/2009 tentang perfilman, pada dasarnya, film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung isi yang:
- mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
- menonjolkan pornografi;
- memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-ras, dan/atau antargolongan;
- menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai agama;
- mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum; dan/atau
- merendahkan harkat dan martabat manusia
Sekarang begini, jika berdasarkan trailer, apakah Film The Santri mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika?menonjolkan pornografi? memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-ras, dan/atau antargolongan? menistakan agama? mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum?merendahkan harkat dan martabat manusia?
Jika tidak ada unsur-unsur di atas, maka Film The Santri’l tidak berhak untuk ditolak dan sangat layak untuk ditonton.
*Keempat, alasan ditolak katanya tidak menggambarkan santri karena ada adegan lirik-lirikan, bercampur laki-laki dan perempuan dalam satu kelas, pertemuan laki-laki dan perempuan, kisah cinta, serta orang islam membawa tumpeng masuk ke gereja.
Begini, di pondok memang dilarang pacaran dan berdua-duaan, kalau ketahuan pacaran dan berdua-duaan akan kena sanksi, tapi tidak dilarang jatuh cinta. Cinta itu kodrat dan anugerah Tuhan. Melarang orang jatuh cinta sama saja menyalahi kodrat dan anugerah Tuhan. Bahwa ada santri yang memilih untuk tidak jatuh cinta dulu karena fokus ngaji dan hafalan, itu pilihan hidup dia. Tapi realitanya kisah cinta di pesantren itu benar-benar ada dan mungkin terjadi di hampir semua pesantren. Sudah banyak kisah-kisah cinta di pesantren yang ditulis.
Soal bertemu berdua, secara umum jumhur ulama melarang laki-laki dan perempuan berdua-duan karena dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam maksiyat. Tapi realita bahwa ada santri putra bertemu berdua dengan santri putri itu benar-benar nyata. Hanya saja memang sekedar bertemu untuk melepas rindu, bukan berbuat yang tidak-tidak.
Artinya kalau dikatakan Film The Santri dikatakan tidak menggambarkan santri saya tidak setuju. Selain itu, film ini tentang santri yang hidup di era milenial, bukan santri salaf. Pesantren sekarang sudah tidak terlalu ketat aturanya sebagaimana pesantren salaf zaman dulu.
Selain itu, justru film ini menunjukkan sisi kemanusiaan seorang santri. Bagaimanapun santri bukan malakaikat atau makhluk suci yang luput dari salah. Santri adalah manusia biasa yang tentu pernah berbuat salah. Menggambarkan santri sebagai manusia sempurna nan suci justru bisa menghilangkan sisi kemanusiaan seorang santri sebagai makhluk yang tak luput dari dosa dan salah.
Soal membawa tumpeng ke gereja, saya kira hal seperti ini sudah selesai dibahas. Ada yang sepakat ada yang tidak. Ada yang berpendapat umat Islam tidak dilarang masuk gereja. Banser NU sudah biasa jaga gereja. Ulama-ulama Mesir seperti Grand Syaikh Al-Azhar (Syaikh Ahmad Tayyib) juga kerap mengunjungi gereja Ortodox di Kairo Mesir. Artinya, hanya karena adegan orang Islam membawa tumpeng ke Gereja dalam film tidak bisa dijadikan pembenaran untuk menolak Film The Santri.
*Kelima, soal pasar. Selain diputar di Indonesia dalam rangka memperingati hari santri, rencananya Film The Santri juga akan diputar di Amerika. Bagi orang Amerika, adegan-adegan dalam trailer Film The Santri masih sangat sopan. Jika meniru metode dakwah Nabi, beliau bertahap dalam melarang kaum Quraish agar tidak minum khamr. Pertama melarang agar tidak mabuk saat shalat. Kedua memberi tahu bahwa dalam khamr mengandung manfaat dan dosa, tapi dosanya lebih besat. Ketiga baru setelah itu khamr benar-benar dilarang secara keras.
Film The Santri ibarat hendak diplot untuk mendakwahi masyarakat Amerika dan Dunia tentang Islam. Tentunya perlu beberapa tahapan. Tidak langsung keras. Jika isi filmnya kaku sekali, misalnya laki-laki dan perempuan tidak boleh bertemu, mungkin masyarakat Amerika sudah langsung menolak.
Tujuan dari film ini diputar di Amerika juga menyampaikan pesan ke masyarakat dunia bahwa orang Islan itu moderat, toleran, dan humanis. Islam benar-benar menjadi rahmat bagi alam semesta. Diharapkan pandangan masyarakat dunia terhadap Islam bisa berubah dari yang awalnya menganggap radikal, ternyata kenyataanya tidak seperti itu. Ternyata umat Islam itu moderat, toleran, dan humanis.
Untuk itu, menggandeng Livi Zheng tentu bukan tanpa alasan. Dia adalah sutradara yang film-filmya sudah menembus pasar Amerika. Film The Santri ini arahnya memang go Internasional.
Dari penjelasan di atas, saya meyakini kalau Film The Santri sangat layak untuk ditonton, tidak hanya oleh para santri, tapi juga orang Indonesia, bahkan masyarakat dunia. Wallahu ‘alam.
Tulisan ini merupakan Opini dari Saefudin Achmad , yang di ambil dari Fanspage FB Jama’ah KH. Marzuki Mustamar disini.